Selasa, 05 Januari 2016

Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rumah Tangga di KAPOLSEK SAMARINDA ULU



A.        Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rumah Tangga di KAPOLSEK SAMARINDA ULU

Persoalan kekerasan terhadap perempuan berkaitan erat dengan persoalan tindakan kriminalitas, meskipun pada awalnya dimulai dari persoalan sepele, kemudian dilakukan terus menerus yang berakumulasi sampai pada puncaknya menjadi sebuah kriminalitas yang pada mulanya hal seperti ini dimulai dari stres masalah tekanan ekonomi, suami cemburu buta, ketidak adilan gender yang dipengaruhi oleh faktor budaya. Dari sekian permasalah ini suami bisa melakukan tindakan semena-mena terhadap istrinya.
Perbuatan Kekerasan Perempuan dalam Rumah Tangga  telah ditentukan dan diancam  sebagaimana diatur dalam UU  No 23 tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga ( PKDRT ). Kekerasan yang dimaksud dalam penulisan adalah perbuatan Kekerasan Perempuan dalam Rumah Tangga  yang dilakukan seorang suami kepada pihak istri  dalam lingkup keluarganya, dapat dikatakan merupakan perbuatan Kekerasan dalam Rumah Tangga, apabila perbuatan tersebut telah mengarah kepada perbuatan kekerasan fisik dan/ kekerasan psikis dan/ kekerasan seksual dan/ penelantaran keluarga.
Dari uraian tersebut di atas, maka penulis berpendapat bahwa perbuatan Kekerasan perempuan dalam Rumah Tangga yang mengarah kepada perbuatan kekerasan fisik dan/ kekerasan psikis dan/ kekerasan seksual dan/ penelantaran keluarga telah memenuhi unsur – unsur Kekerasan dalam Rumah Tangga ditinjau dari Undang – undang  No 23 tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga ( PKDRT ) adalah merupakan perbuatan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Sebagai contoh, para pelaku yang melakukan Kekerasan tetapi tidak mempunyai ikatan perkawinan yang sah menurut hukum ( dibuktikan dengan surat nikah ), maka tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan Kekerasan dalam Rumah Tangga sebagaimana diatur dalam Undang – undang  No 23 tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga ( PKDRT ).
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Kadiyo ( Kanit Reskrim KAPOLSEK Samarinda Ulu ), bahwa kekerasan istri yang sering terjadi adalah kekerasan fisik ( lihat table 1.1, 1.2, dan 1.3 ), seperti memukul, menampar, menendang, membenturkan kepala, menjambak dan lain-lain. Akibat yang ditimbulkan dari kekerasan yang sifatnya kearah fisik dapat kita amati dan kita perhatikan secara jelas, karena akibat yang ditimbulkan dari kekerasan ini dapat kita lihat secara langsung, seperti halnya, memar-memar, luka- dan lain-lain yang sifatnya melukai kondisi fisik pasangan. Dari table bahwa pada tahun 2007, terdapat 3 kasus kekerasan, pada tahun 2008 terdapat 4 kasus kekerasan, pada tahun 2009 terdapat 4 kasus kekerasan, jadi sepanjang 2009 ini terdapat 11 kasus kekerasan istri dalam rumahtangga.Tetapi sepanjang 2007 - 2009 hanya satu kasus yang sudah diputus kejaksaan.
Selanjutnya Bapak Kadiyo menjelaskan penanganan kekerasan perempuan dalam rumahtangga di KAPOLSEK Samarinda ulu dimulai dari :
1.   Menerima laporan
Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 51 UU PKDRT yang menyatakan adanya delik aduan.
2.      Membuat visum et repertum
Merupakan surat keterangan / laporan dari seorang ahli mengenai hasil pemeriksaannya terhadap akibat kekerasan tersebut, seperti penganiayaan, luka memar,dll.hal ini digunakan untuk pembuktian dipengadilan.Untuk visum ini akan dirujukan oleh polisi ke Rumah Sakit Umum, seperti RSU.AW Syahrani, dan lain – lain.
3.      Mendatangi Tempat Kejadian Perkara
Tujuannya adalah untuk melakukan penyidikan dan penyelidikan apakah benar terjadi tindak kejahatn untuk kemudian diproses.
4.      Mengamankan pelaku
Hal ini bertujuan untuk menghindari amukan keluarga korban dan untuk menghindari terjadinya tindak kejahatan yang berulang.
5.      Melakukan pemeriksaan dan saksi – saksi
Pemeriksaan ini berguna untuk mengumpulkan alat bukti untuk selanjutnya diproses sesuai hukum yang berlaku.Saksi yang dimaksud adalah orang yang mengetahui dengan jelas mengenai sesuatu karena melihat sendiri atau karena pengetahuannya ( saksi ahli ).
Sebagai contoh  wawancara dengan Bapak Kadiyo ( Kanit Reskrim KAPOLSEK Samarinda Ulu ) yang dicatat penulis adalah mengenai penanganan KDRT yang dilakukan oleh tersangka Syaiful Anwar Alias Iful Bin Salman Anang Acil terhadap istrinya Lilis Dian Handayani.Yang mana pelaku telah melakukan kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam pasal 44 UU.RI No.23 tahun 2003 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumahtangga, subsider pasal 351 ayat 1 KUHP. Berdasarkan laporan Polisi No.Pol : LP/K/1847/147/VII/2009/Sek.Ulu tanggal 31 Juli 2009, Yang kemudian tersangka di.pemeriksaan.
      1.   Barang bukti berupa :
1 buah sapu lantai yang gagangnya sudah patah separo yang terbuat dari aluminium.
1 buah pisau sangkur.
2.   Hasil visum et repertum No.068/VRH/IV/2009 tanggal 15 Agustus 2009 yang ditanda tangani oleh dokter pemeriksa dr.Inrawati pada  RSU.AW Syahrani Samarinda bahwa dari hasil pemeriksaan ditemukan korban  Lilis Dian Handayani mengalami luka memar pada kaki sebelah kiri dan goresan pisau di bagian pinggang belakang.
3.   Saksi – saksi
      1. Saksi korban Lilis Dian Handayani
Upaya-Upaya Yang Ditempuh Polisi dalam mendamaikan

Upaya – upaya yang ditempuh polisi dalam mendamaikan selanjutnya adalah :
1.   Memberikan pemahaman terhadap kedua belah pihak terhadap resiko yang akan diambil apabila permasalahan tersebut diproses secara hukum.
2.   Memberikan penjelasan dampak proses hukum tersebut terhadap anaknya apabila sudah mempunyai anak.
3.   Memberikan penjelasan bahwa proses hukum yang diajukan mempunyai dampak – dampak psikologis terhadap anak..
Dari uraian tersebut jelas bahwa polisi KAPOLSEK Samarinda Ulu menyarankan untuk berdamai.Untuk kemudian secara musyawarah dengan pertimbangan – pertimbangan dampak dan akibat yang terjadi dari proses hukum pelaku.
Tetapi selanjutnya apabila tidak bisa ditempuh jalan damai  atau korban bersikeras ( upaya perdamain ditolak ), maka selanjutnya dalam proses penyidikannya dilimpahkan kekejaksaan kalau sudah dinyatakan lengkap ( P21 ), maka tersangka perkara tersebut dilimpahkan kekejaksaan negeri Samarinda.Penanganannya akan tetap diproses sesuai aturan akan tetapi ada yang lebih berwenang menangani kasus tersebut.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kasus kekerasan istri di wilayah KAPOLSEK Samarinda Ulu disebabkan oleh masalah perselingkuhan dan masalah ekonomi.Sedangkan dalam penanganan kasus kekerasan perempuan di KAPOLSEK Samarinda Ulu sudah sesuai dengan ketentuan – ketentuan Perundang – undangan yang berlaku.

Fasilitas – fasilitas yang diberikan bagi perempuan korban kekerasan
            Oleh karena kasus KDRT di wilayah KAPOLSEK Samarinda Ulu kebanyakan adalah berupa kekerasan fisik, maka dalam upaya perlindungan dan pelayanan KAPOLSEK Samarinda Ulu memberikan fasilitas :
1.   Dikoordinasikan pengobatan gratis kepada Rumah Sakit Umum
2.   Dikoordinasikan dengan instansi terkait yang menangani kekerasan terhadap anak dan perempuan. Seperti KOMNAS, APIK dsb

B.        Hambatan – hambatan Dalam Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rumah Tangga di KAPOLSEK SAMARINDA ULU

Dari hasil penelitian bahwa hambatan – hambatan  yang saat ini masih dihadapi Polisi Samarinda ulu  dalam menangani kekerasan istri dalam rumah tangga antara lain :
a.   Terkadang tersangka sudah dilaporkan dengan istrinya tetapi ada penyesalan dari pihak istri sehingga laporanya minta dicabut, sang istri mencabut laporannya karena masih ingin berdamai dengan pelaku.
b.   Pelaku merasa tidak bersalah dan memberikan keterangan berbelit – belit. Bahwa sering dijadikan alasan tersangka yaitu dengan memukul istrinya maka dapatmemberikan efek jera untuk tidak melakukannya lagi.Sehingga dapat dikatakan suami memiliki istri.
c.   Adanya delik aduan pada kasus  kekerasan perempuan dalam rumah tangga sehingga polisi tidak bisa bertindak secara langsung padahal tersebut merupakan kejahatan penganiayaan ( sesuai bunyi pasal 51 UU PKDRT )
d.   Vonis dari pengadilan yang membuat kurang jera pelaku tindak pidana kekerasan perempuan dalam rumahtangga
e.   Sarana dan prasarana yang kurang memadai menjadikan kurang efisiennya dalam bekerjanya para polisi untuk pengamanan korban dan pelaku.
f.    Kesadaran masyarakat yang masih kurang akan pentingnya perkawinan dan keluarga.Masyarakat masih awam dan belum mengerti tentang tujuan membentuk keluarga.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar