Selasa, 05 Januari 2016

Penerapan penggeledahan dalam proses penyidikan dan keabsahannya dalam penuntutan berdasarkan Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana di Samarinda



A.  Penerapan penggeledahan dalam proses penyidikan dan keabsahannya dalam penuntutan berdasarkan Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana di Samarinda

Dari hasil penelitian bahwa, Penggeledahan dilakukan berdasarkan hasil laporan penyelidikan yang dibuat oleh petugas penyidik/penyidik pembantu. Untuk penggeledahan rumah hanya dapat dilakukan untuk kepentingan penyidikan. Guna menjamin hak azasi manusia atau seorang atas rumah kediamannya, maka dalam melakukan penggeledahan harus dengan surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri dan surat perintah penggeledahan. Dalam melakukan penggeledahan harus disaksikan oleh Ketua Lingkungan/Kepala Desa bersama 2 (dua) orang saksi bila penghuni rumah tindak memberikan izin untuk digeledah ( pasal 33 butir (4) KUHAP ) dan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi bila pemilik rumah memberikan izin untuk digeledah ( pasal 33 butir 3 KUHAP ).
Jikalau dalam melakukan penggeledahan terdapat atau ditemukan barang bukti, maka barang bukti tersebut dapat disita untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut dan anak yang melakukan tindak pidana tersebut dapat ditahan untuk kepentingan pengusutan, kalau memang terbukti tersebut dapat diajukan sebagai terdakwa.
Untuk keamanan dan ketertiban penggeledahan rumah, penyidik dapat mengadakan penjagaan atau penutupan tempat yang bersangkutan. Dalam hal ini penyidik berhak memerintah setiap orang yang dianggap perlu untuk tidak meninggalkan tempat selama penggeledahan berlangsung. Pada dasarnya penggeledahan rumah dilakukan dengan izin ketua pengadilan, namun dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak yaitu bilamana ditempat itu diduga ada tersangka dan barang bukti yang akan dilenyapkan atau dipindahkan atau tersangka akan melarikan diri atau mengulangi tindak pidana. Sedangkan surat izin tidak dapat didapat dalam waktu yang singkat.
Oleh karena itu dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 33 butir (5) KUHAP yakni : dalam waktu dua hari setelah memasuki dan atau menggeledah rumah harus dibuat suatu berita acara dan turunannya disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah yang bersangkutan. Maka penyidik berdasar pasal 34 KUHAP dapat melakukan penggeledahan :
1.   Pada halaman rumah tersangka bertempat tinggal berdiam, dan atau yang ada diatasnya;
2.   Pada setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada;
3.   Di tempat pidana dilakukan atau terdapat bekasnya;
4.   Di tempat penginapan dan tempat umum lainnya.
Penggeledahan terhadap pakaian dan badan harus ada dugaan bahwa mereka itu bersalah. Walaupun penyidik berwenang menggeledah pakaian dan atau berwenang menggeledah badan tersangka akan tetapi dalam penggeledahan badan tersangka maka penyidiknya harus sejenis dengan seseorang yang digeledah /tersangka, Sedangkan dalam hal diperlukan pemeriksaan rongga badan, penyidik harus meminta bantuan kepada pejabat kesehatan ( Penjelasan pasal 37 KUHAP ).
Untuk mencegah tindakan sewenang-wenang serta menghormati kemerdekaan seseorang atas hak untuk menguasai harta miliknya, maka pada dasarnya penyitaan dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negerii setempat ( pasal 38 butir (2) KUHAP ).
Menurut pasal 39 KUHAP ditentukan bahwa benda yang dapat dikenakan penyitaan adalah sebagai berikut :
a.   Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagaian diperoleh dari tindak pidana atau hasil tindak pidana;
b.   Benda yang dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
c.   Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan terhadap tindak pidana;
d.   Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan untuk melakukan tindak pidana;
e.   Benda yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
Dalam hal penyidik melakukan penyitaan darihasil penggeledahan maka harus memperhatikan segi kemanusiaan, apakah benda yang disita itu merupakan sumber penghidupan bagi keluarga tersangka atau tidak kalau sebagai sumber penghidupan, maka seyogyanya dikembalikan pada pemiliknya.
Menurut pasal 46 butir (1) KUHAP, benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada mereka dari siapa benda itu disita atau kepada mereka yang paling berhak apabila :
a.   Kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak diperlukan lagi;
b.   Perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata bukan merupakan tindak pidana;
c.   Perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum. Kecuali benda tersebut diperoleh dari suatu tindak pidana atau dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana.
Sedangkan menurut ketentuan dalam perkara melakukan tindak pidana barang yang dapat disita adalah sebagai berikut :
a.   Barang-barang yang didapat karena pidana yang dilakuakn;
b.   Barang-barang yang dengan sengaja digunakan dalam melakuakn tindak pidana.
Penggeledahan terhadap pelaku tindak pidana dilakukan semata-mata demi kepentingan penyidikan.

Dalam hal penuntutan bahwa, penuntut umum adalah Jaksa yang diberi wewenang untuk melakukan penuntutan.  Pada tahap penuntutan, pada umumnya telah ditunjuk Penuntut Umum (PU) dan Penuntut Umum Pengganti. Masih sering terjadi bahwa Penuntut Umum dengan Penuntut Umum Pengganti, tidak terpadu, hal demikian harus dicegah. Penuntut Umum dengan Penuntut Umum Pengganti harus saling isi mengisi sehingga kelalaian dalam penanganan perkara tersebut dapat dicegah.
Penuntut Umum bersama Penuntut Umum Pengganti melakukan penelitian dengan cermat. Khususnya terhadap semua unsur tindak pidana yang akan didakwakan, apakah telah didukung alat-alat bukti, serta syarat formil yang berlaku. Jika menurut pendapatnya masih ada kekurangan maka dapat dilengkapi sendiri atau dikembalikan penyidik untuk dilengkapi. Jika setelah diadakan penyempurnaan ternyata ada unsur yang tidak terbukti atau ada hal-hal yang menunjukan bahwa tersangkanya tidak dapat dipersalahkan maka diterbitkan Surat Ketetapan Pemberhentian penuntutan (SKPP).
Akhir-akhir ini terdapat permasalahan tentang pencabutan SP3/SKPP karena tidak diatur dalam KUHP sehingga ada yang berpendapat bahwa SKPP tidak dapat dicabut dengan alasan bahwa pencabutan tersebut tidak diatur dalam KUHP. Alasan tersebut, tidak cukup kuat karena baik SKPP belum merupakan hasil pemeriksaan persidangan sehingga perbuatan tersangka belum diadili. Sebelum membuat surat dakwaan, Penuntut Umum meneliti berkas perkara dari Penyidik, bila berkas perkara belum lengkap Penuntut Umum mengembalikan berkas tersebut kepada penyidik untuk dilengkapi, disertai dengan petunjuk-petunjuk.
Sehubungan dengan kedudukannya sebagai penuntut umum dalam perkara pidana, maka penuntut umum tidak pernah bertemu dan berhubungan dengan tersangka sampai disidang pengadilan. Sehingga dalam segala hal apa yang dilakukan oleh penuntut umum semuanya sangat bergantung pada apa yang ada dalam berkas perkaranya yang diterima dari penyidik. Dengan demikian jika ternyata terdapat kekeliruan dalam pemeriksaan yang bukan dilakukan olehnya, tetap penuntut umum yang harus mempertanggug jawabkannya
Untuk menghindari adanya kekeliruan pada tingkat pemeriksaan maka perlu bagi Jaksa Penuntut Umum untuk mengetahui secara jelas semua pekerjaan yang dilakukan oleh penyidik dari permulaan hingga akhir. Hal ini penting mengingat Jaksa Penuntut Umumlah yang mempertanggung jawabkan semua perlakuan terhadap terdakwa, dari mulai tersangka disidik, kemudian diperiksa perkaranya, ditahan dan akhirnya apakah tuntutan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum itu sah atau tidak berdasarkan hukum, sehingga benar-benar rasa keadilan masyarakat terpenuhi.
Dalam mempersiapkan penuntutan, Penuntut Umum setelah menerima berkas perkara yang sudah lengkap dari penyidik, segera menentukan apakah berkas perkara tersebut memenuhi syarat untuk dapat atau tidak dilimpahkan ke Pengadilan. Ada dua kemungkinan yang dapat dilakukan oleh Penuntut umum terhadap berkas perkara tersebut, yaitu melakukan penuntutan atau menghentikan penuntutan. Penuntutan dalam hal ini dapat dilakukan, jika berkas perkara yang diajukan oleh penyidik dipandang sudah lengkap dan perkara tersebut dapat dilakukan penuntutan oleh Penuntut Umum, maka selanjutnya Jaksa Penuntut Umum membuat surat dakwaan.
Penghentian penuntutan dapat terjadi, dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa :
1. Tidak cukupnya bukti dalam perkara tersebut
2. Peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana
3. Perkara ditutup demi hukum
Dari hasil penelitian didapat bahwa, Penghentian penuntutan ini dilakukan oleh Penuntut Umum dengan membuat surat penetapan penghentian penuntutan. Dalam hal penuntutan dihentikan, maka bagi tersangka yang berada dalam tahanan harus dibebaskan, jika kemudian ada alasan baru yang diperoleh penuntutan umum dari penyidik, yang berasal dari keterangan saksi, benda atau petunjuk, maka tidak menutup kemungkinan untuk melakukan penuntutan.
Meskipun perbuatan tersangka tidak didukung oleh bukti yang cukup atau perbuatan tersebut tidak dapat dipersalahkan padanya, tetapi Penuntut Umum tidak menerbitkan SKPP melainkan diajukan ke pengadilan dengan maksud akan dituntut bebas. Penuntutan bebas oleh Penuntut Umum sering ditafsirkan kurang tepat. Pendapat tersebut tidak beralasan karena Penuntut Umum mengajukan tuntutannya berdasarkan pemeriksaan persidangan demi menegakkan keadilan berdasarkan kebenaran. Tuntutan bebas yang diajukan Penuntut Umum tidak dapat diterima masyarakat disebabkan antara lain masyarakat telah cenderung bahwa seorang yang dituduh korupsi adalah benar. Selain daripada itu masyarakat dendam terhadap korupsi yang dianggap telah merugikan masyarakat.



B.  Hambatan – hambatan yang dialami penyidik dalam rangka penggeledahan dalam proses  penyidikan dan keabsahannya dalam penuntutan di Samarinda

Berdasarkan penelitian dilapangan bahwa dalam hal penggeledahan penyidik POLTABES Samarinda mendapatkan dukungan dan hambatan – hambatan.Faktor- faktor yang mendukung pelaksanaan proses penggeledahan penyidik  di POLTABES Samarinda adalah :
  1. Yang berasal dari internal POLTABES Samarinda meliputi :
1.      Substansi undang- undang yang telah memadai
2.      Dukungan dari pihak atasan baik berupa materiil maupun spiritual
  1. Yang berasal dari ekternal POLTABES Samarinda meliputi,
1.      Keberadaan saksi ahli
2.      Adanya dukungan dari tokoh masyarakat,RT/RW setempat.
Sedangkan faktor- faktor yang menghambat dalam proses penggeledahan adalah :
a.   Yang berasal dari internal POLTABES Samarinda meliputi :
1.      Kendala struktural berupa anggaran yang terbatas,
2.      Kurang optimalnya profesionalitas dan keahlian Polisi,
3.      Oknum aparat yang mudah diperdaya,
4.      Lemahnya penegakan hukum di Indonesia.
b.   Yang berasal dari ekternal POLTABES Samarinda meliputi,
1.      Hambatan dalam penggeledahan rumah dll, yang tidak mendapat izin dari pemiliknya.
            2.    Pada saat pemeriksaan tersangka mengelak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar