A. Penerapan
penggeledahan dalam proses penyidikan dan keabsahannya dalam penuntutan
berdasarkan Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana di Samarinda
Dari
hasil penelitian bahwa, Penggeledahan dilakukan berdasarkan hasil laporan penyelidikan
yang dibuat oleh petugas penyidik/penyidik pembantu. Untuk penggeledahan rumah
hanya dapat dilakukan untuk kepentingan penyidikan. Guna menjamin hak azasi
manusia atau seorang atas rumah kediamannya, maka dalam melakukan penggeledahan
harus dengan surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri
dan surat
perintah penggeledahan. Dalam melakukan penggeledahan harus disaksikan oleh
Ketua Lingkungan/Kepala Desa bersama 2 (dua) orang saksi bila penghuni rumah
tindak memberikan izin untuk digeledah ( pasal 33 butir (4) KUHAP ) dan
disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi bila pemilik rumah memberikan izin untuk
digeledah ( pasal 33 butir 3 KUHAP ).
Jikalau
dalam melakukan penggeledahan terdapat atau ditemukan barang bukti, maka barang
bukti tersebut dapat disita untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut dan anak
yang melakukan tindak pidana tersebut dapat ditahan untuk kepentingan pengusutan,
kalau memang terbukti tersebut dapat diajukan sebagai terdakwa.
Untuk
keamanan dan ketertiban penggeledahan rumah, penyidik dapat mengadakan penjagaan
atau penutupan tempat yang bersangkutan. Dalam hal ini penyidik berhak
memerintah setiap orang yang dianggap perlu untuk tidak meninggalkan tempat
selama penggeledahan berlangsung. Pada dasarnya penggeledahan rumah dilakukan
dengan izin ketua pengadilan, namun dalam keadaan yang sangat perlu dan
mendesak yaitu bilamana ditempat itu diduga ada tersangka dan barang bukti yang
akan dilenyapkan atau dipindahkan atau tersangka akan melarikan diri atau
mengulangi tindak pidana. Sedangkan surat
izin tidak dapat didapat dalam waktu yang singkat.
Oleh
karena itu dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 33 butir (5) KUHAP yakni :
dalam waktu dua hari setelah memasuki dan atau menggeledah rumah harus dibuat
suatu berita acara dan turunannya disampaikan kepada pemilik atau penghuni
rumah yang bersangkutan. Maka penyidik berdasar pasal 34 KUHAP dapat melakukan
penggeledahan :
1. Pada halaman rumah tersangka bertempat
tinggal berdiam, dan atau yang ada diatasnya;
2. Pada setiap tempat lain tersangka bertempat
tinggal, berdiam atau ada;
3. Di tempat pidana dilakukan atau terdapat
bekasnya;
4. Di tempat penginapan dan tempat umum lainnya.
Penggeledahan
terhadap pakaian dan badan harus ada dugaan bahwa mereka itu bersalah. Walaupun
penyidik berwenang menggeledah pakaian dan atau berwenang menggeledah badan tersangka
akan tetapi dalam penggeledahan badan tersangka maka penyidiknya harus sejenis
dengan seseorang yang digeledah /tersangka, Sedangkan dalam hal diperlukan
pemeriksaan rongga badan, penyidik harus meminta bantuan kepada pejabat
kesehatan ( Penjelasan pasal 37 KUHAP ).
Untuk
mencegah tindakan sewenang-wenang serta menghormati kemerdekaan seseorang atas
hak untuk menguasai harta miliknya, maka pada dasarnya penyitaan dapat
dilakukan oleh penyidik dengan surat
izin ketua pengadilan negerii setempat ( pasal 38 butir (2) KUHAP ).
Menurut pasal 39 KUHAP
ditentukan bahwa benda yang dapat dikenakan penyitaan adalah sebagai berikut :
a. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa
yang seluruh atau sebagaian diperoleh dari tindak pidana atau hasil tindak
pidana;
b. Benda yang dipergunakan secara langsung untuk
melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
c. Benda yang dipergunakan untuk
menghalang-halangi penyidikan terhadap tindak pidana;
d. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan
untuk melakukan tindak pidana;
e. Benda yang mempunyai hubungan langsung dengan
tindak pidana yang dilakukan.
Dalam hal
penyidik melakukan penyitaan darihasil penggeledahan maka harus memperhatikan
segi kemanusiaan, apakah benda yang disita itu merupakan sumber penghidupan
bagi keluarga tersangka atau tidak kalau sebagai sumber penghidupan, maka
seyogyanya dikembalikan pada pemiliknya.
Menurut
pasal 46 butir (1) KUHAP, benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada
mereka dari siapa benda itu disita atau kepada mereka yang paling berhak
apabila :
a. Kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak
diperlukan lagi;
b. Perkara tersebut tidak jadi dituntut karena
tidak cukup bukti atau ternyata bukan merupakan tindak pidana;
c. Perkara tersebut dikesampingkan untuk
kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum. Kecuali benda tersebut
diperoleh dari suatu tindak pidana atau dipergunakan untuk melakukan suatu
tindak pidana.
Sedangkan
menurut ketentuan dalam perkara melakukan tindak pidana barang yang dapat
disita adalah sebagai berikut :
a. Barang-barang yang didapat karena pidana yang
dilakuakn;
b. Barang-barang yang dengan sengaja digunakan
dalam melakuakn tindak pidana.
Penggeledahan terhadap pelaku tindak pidana dilakukan
semata-mata demi kepentingan penyidikan.
Dalam hal
penuntutan bahwa, penuntut umum adalah Jaksa yang diberi wewenang untuk
melakukan penuntutan. Pada tahap
penuntutan, pada umumnya telah ditunjuk Penuntut Umum (PU) dan Penuntut Umum
Pengganti. Masih sering terjadi bahwa Penuntut Umum dengan Penuntut Umum
Pengganti, tidak terpadu, hal demikian harus dicegah. Penuntut Umum dengan
Penuntut Umum Pengganti harus saling isi mengisi sehingga kelalaian dalam
penanganan perkara tersebut dapat dicegah.
Penuntut
Umum bersama Penuntut Umum Pengganti melakukan penelitian dengan cermat.
Khususnya terhadap semua unsur tindak pidana yang akan didakwakan, apakah telah
didukung alat-alat bukti, serta syarat formil yang berlaku. Jika menurut
pendapatnya masih ada kekurangan maka dapat dilengkapi sendiri atau
dikembalikan penyidik untuk dilengkapi. Jika setelah diadakan penyempurnaan
ternyata ada unsur yang tidak terbukti atau ada hal-hal yang menunjukan bahwa
tersangkanya tidak dapat dipersalahkan maka diterbitkan Surat Ketetapan
Pemberhentian penuntutan (SKPP).
Akhir-akhir
ini terdapat permasalahan tentang pencabutan SP3/SKPP karena tidak diatur dalam
KUHP sehingga ada yang berpendapat bahwa SKPP tidak dapat dicabut dengan alasan
bahwa pencabutan tersebut tidak diatur dalam KUHP. Alasan tersebut, tidak cukup
kuat karena baik SKPP belum merupakan hasil pemeriksaan persidangan sehingga
perbuatan tersangka belum diadili. Sebelum membuat surat dakwaan, Penuntut Umum
meneliti berkas perkara dari Penyidik, bila berkas perkara belum lengkap
Penuntut Umum mengembalikan berkas tersebut kepada penyidik untuk dilengkapi,
disertai dengan petunjuk-petunjuk.
Sehubungan
dengan kedudukannya sebagai penuntut umum dalam perkara pidana, maka penuntut
umum tidak pernah bertemu dan berhubungan dengan tersangka sampai disidang
pengadilan. Sehingga dalam segala hal apa yang dilakukan oleh penuntut umum
semuanya sangat bergantung pada apa yang ada dalam berkas perkaranya yang
diterima dari penyidik. Dengan demikian jika ternyata terdapat kekeliruan dalam
pemeriksaan yang bukan dilakukan olehnya, tetap penuntut umum yang harus
mempertanggug jawabkannya
Untuk
menghindari adanya kekeliruan pada tingkat pemeriksaan maka perlu bagi Jaksa
Penuntut Umum untuk mengetahui secara jelas semua pekerjaan yang dilakukan oleh
penyidik dari permulaan hingga akhir. Hal ini penting mengingat Jaksa Penuntut
Umumlah yang mempertanggung jawabkan semua perlakuan terhadap terdakwa, dari
mulai tersangka disidik, kemudian diperiksa perkaranya, ditahan dan akhirnya
apakah tuntutan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum itu sah atau tidak
berdasarkan hukum, sehingga benar-benar rasa keadilan masyarakat terpenuhi.
Dalam mempersiapkan
penuntutan, Penuntut Umum setelah menerima berkas perkara yang sudah lengkap
dari penyidik, segera menentukan apakah berkas perkara tersebut memenuhi syarat
untuk dapat atau tidak dilimpahkan ke Pengadilan. Ada dua kemungkinan yang dapat dilakukan oleh
Penuntut umum terhadap berkas perkara tersebut, yaitu melakukan penuntutan atau
menghentikan penuntutan. Penuntutan dalam hal ini dapat dilakukan, jika berkas
perkara yang diajukan oleh penyidik dipandang sudah lengkap dan perkara
tersebut dapat dilakukan penuntutan oleh Penuntut Umum, maka selanjutnya Jaksa Penuntut
Umum membuat surat
dakwaan.
Penghentian
penuntutan dapat terjadi, dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa :
1. Tidak cukupnya bukti dalam
perkara tersebut
2. Peristiwa tersebut ternyata
bukan merupakan tindak pidana
3. Perkara ditutup demi hukum
Dari
hasil penelitian didapat bahwa, Penghentian penuntutan ini dilakukan oleh
Penuntut Umum dengan membuat surat
penetapan penghentian penuntutan. Dalam hal penuntutan dihentikan, maka bagi tersangka
yang berada dalam tahanan harus dibebaskan, jika kemudian ada alasan baru yang
diperoleh penuntutan umum dari penyidik, yang berasal dari keterangan saksi,
benda atau petunjuk, maka tidak menutup kemungkinan untuk melakukan penuntutan.
Meskipun perbuatan
tersangka tidak didukung oleh bukti yang cukup atau perbuatan tersebut tidak
dapat dipersalahkan padanya, tetapi Penuntut Umum tidak menerbitkan SKPP
melainkan diajukan ke pengadilan dengan maksud akan dituntut bebas. Penuntutan
bebas oleh Penuntut Umum sering ditafsirkan kurang tepat. Pendapat tersebut
tidak beralasan karena Penuntut Umum mengajukan tuntutannya berdasarkan
pemeriksaan persidangan demi menegakkan keadilan berdasarkan kebenaran.
Tuntutan bebas yang diajukan Penuntut Umum tidak dapat diterima masyarakat disebabkan
antara lain masyarakat telah cenderung bahwa seorang yang dituduh korupsi
adalah benar. Selain daripada itu masyarakat dendam terhadap korupsi yang
dianggap telah merugikan masyarakat.
B. Hambatan – hambatan yang dialami penyidik dalam rangka
penggeledahan dalam proses penyidikan dan keabsahannya dalam penuntutan di Samarinda
Berdasarkan penelitian
dilapangan bahwa dalam hal penggeledahan penyidik POLTABES Samarinda
mendapatkan dukungan dan hambatan – hambatan.Faktor- faktor yang mendukung
pelaksanaan proses penggeledahan penyidik di POLTABES Samarinda adalah :
- Yang berasal dari internal POLTABES Samarinda meliputi :
1.
Substansi undang- undang yang telah memadai
2.
Dukungan dari pihak atasan baik berupa materiil maupun spiritual
- Yang berasal dari ekternal POLTABES Samarinda meliputi,
1.
Keberadaan saksi ahli
2.
Adanya dukungan dari tokoh masyarakat,RT/RW setempat.
Sedangkan faktor- faktor yang
menghambat dalam proses penggeledahan adalah :
a. Yang berasal dari internal POLTABES Samarinda meliputi :
1.
Kendala struktural berupa anggaran yang terbatas,
2.
Kurang optimalnya profesionalitas dan keahlian Polisi,
3.
Oknum aparat yang mudah diperdaya,
4.
Lemahnya penegakan hukum di Indonesia.
b. Yang berasal dari ekternal POLTABES Samarinda
meliputi,
1.
Hambatan dalam penggeledahan rumah dll, yang tidak
mendapat izin dari pemiliknya.
2. Pada saat pemeriksaan tersangka mengelak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar