Selasa, 05 Januari 2016

Sistem Penanganan Yustisi Kantor Satuan Polisi Pamong Praja ( Sat-POL PP ) Kota Samarinda Terhadap Pekerja Seks Komersial di Kecamatan Samarinda Utara ( Solong )



A. Sistem Penanganan Yustisi Kantor Satuan Polisi Pamong Praja ( Sat-POL PP ) Kota Samarinda Terhadap Pekerja Seks Komersial di Kecamatan Samarinda Utara ( Solong )

Dari hasil penelitian didapat bahwa, penangganan yustisi terhadap Pekerja Seks Komersial ( PSK ) di Solong oleh Satuan Polisi Pamong Praja ( Sat- POL PP ) Kota Samarinda adalah merupakan kegiatan persuasif, yang peranannya untuk menegakkan Peraturan Daerah ( Perda ). Dari penanganan yustisi penertiban Wisma di Lokalisasi Solong terdapat sekitar 20 wisma tiap wisma dihuni sekitar 12-15 PSK, dari  penanganan yustisi diperoleh : 95 % tertib, 3 % melakukan perlawanan dan 2 % melakukan pelanggaran. Tujuan penanganan yustisi adalah untuk penertiban.Tahapan – tahapan Penanganan Yustisi yang dilakukan antara lain :
1.  Laporan
   Penangganan yustisi tidak dapat dilakukan terhadap Pekerja Seks Komersial (PSK) tentu adanya kordinasidengan masyarakat yang terkait dengan adanya kerjasama yang baik antara penegak hukum dalam hal ini Polisi Pamong Praja dengan masyarakat maka terciptalah ketentraman di kehidupan masyarakat.
Kerjasama yang di maksud disini ialah keterkaitan masyarakat yang peduli terhadap lingkungan sekitarnya sehingga penyakit-penyakit masyarakat yang akan dapat menjadi tindak kriminal (kejahatan) dapat tertangani dengan adanya laporan dari masyarakat yang mana laporan menjadi alat bukti yang kuat yang nantinya dapat di pertanggung jawabkan.
Proses terjadinya laporan masyarakat kepada aparat penegak hukum ( Sat-POL PP )  adanya indikasi yang mengarah terjadinya tindak prostitusi yaitu pekerja seks komersial yang terselubung tanpa ada ijin dari pemerintah (Pemda) sesuia dengan perda yang mana suatu lokalisasi yang tidak mempunyai ijin tempat dari pemerintah daerah maka lokalisasi tersebut dinyatakan ilegal dan tidak dapat beroperasi sehingga tempat tersebut wajib di tutup dan dapat di kenakan tindak pidana sehingga mana di atur di dalam Peraturan Daerah (Perda).
Laporan masyarakat sangat membantu penegak aparat hukum polisi pamong praja yang nantinya dapat menjadi acuan dasar oleh pihak aparat.
2.  Pemantauan dan Penangganan Yustisi
Sehubungan dengan adanya kerjasama dengan masyarakat mengenai pekerja seks komersial yang tidak mempunyai ijin dari Pemerintah Daerah ( Perda ) maka laporan dari masyarakat tersebut di jadikan acuan untuk di verifikasi bahwa adanya kejadian tersebut sehingga dari pihak kantor satuan polisi pamong praja ( Sat-POL PP ) membentuk team kecil yang mana team ini nantinya dapat melihat langsung kejadian prostitusi illegal tersebut.
Didalam melakukan pemantauan yang dilakukan oleh team kecil yang telah dibentuk perlu adanya kordinasi dari pihak instasi yang terkait yang meliputi:
a.  Kepolisian
b.  Sektretariat bagian Hukum
c.  Dinas sosial kota Samarinda
d.  Kantor Camat (daerah lokalisasi)
Sehingga langkah-langkah dalam pelaksanaan pemantauan dapat berjalan lancer sesuia target yang di rencanakan tugas pemantauan yang di laksanakan oleh team kecil (Satuan Polisi Pamong Praja) tentu harus akurat sehingga informasi yang di dapat nantinya menjadi acuan bagi team yang di bentuk.
Adapun target dalam pemantauan ini bersifat bukti sementara yang nantinya dalam proses yustisi berjalan lancar tanpa adanya intervensi dari pihak lain.
Pelaksanaan yustisi (razia) yang dilakukan Kantor Satuan Polisi Pamong Praja ( Sat- POL PP ) mempunyai aturan main yang sangat jelas sehingga dalam penangganan yustisi tersebut tidak menjadikan pekerjaan yang sia-sia. Aparat atau anggota Satuan Polisi Pamong Praja ( Sat-POL PP ) yang melakukan rajia dalam hal pemeriksaan wajib mengikuti aturan main yang sesuia dengan etika penangganan yustisi.
Proses penangganan yustisi terhadap PSK:
a.  Memeriksa KTP
b.  Memeriksa wisma (kamar tidur)  adanya indikasi menyimpan barang terlarang.
c.  Memeriksa/memangil bapak angkat (germo) apakah psk telah tercatat penghunu wisma tersebut.
Proses penangganan yustisi (rajia) tersebut tidak terlepas juga dengan instansi yang terkait yang meliputi;
a.  Kepolisian.
b.  Perwakilan anggota DPR (kota samarinda)
c.  POM  (polisi Militer)
d.  Dinas Kesehatan kota Samarinda                       
Sehingga dalam pelaksanaan tersebut para pekerja seks komersial yang indikasinya bersamaan dapat diproses sesuai dengan berat ringanya perbuatan yang dilakukannya.penangganan yustisi ini dilakukan semata-mata mengurangi dampak penyakit masyarakat khusus pasangan suami istri yang mana nantinya dapat merusak keharmonisan rumah tangganya sehingga apa yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja ( Sat- POL PP ) dapat mengurangi tingkat ketidak harmonisan rumah tangga.
Proses penindakan yang terjaring dalam yustisi tersebut berupa tindak pidana ringan yang mana para pekerja seks komersial yang terjaring yustisi  (razia) satuan polisi pamong praja sifatnya hanya tahanan sementara yang nantinya akan di data dan diproses untuk selanjutnya petugas tersebut memberikan sanksi sesuia dengan tingkat pelanggarannya.
3.  Penyelidikan
Indikasi tempat-tempat  terjadinya perbuatan Kriminal (pelacuran) menjadikan dorongan kepada bagian penyidikan kantor satuan polisi pamong praja untuk melakukan penyelidikan apakah disaat penangganan yustisi di tempat tersebut ditemukan bukti-bukti bahwa pekerja seks komersial tersebut telah terdaftar sebagai karyawan/pekerja di lokalisasi tersebut, apabila bukti tersebut ternyata benar adanya maka pekerja seks komersial tersebut akan dipanggil untuk diintrogasi dan mempertanggung jawabkan kesalahan yang dilakukan sehingga data-data yang kita dapatkan dilapangan sewaktu penangganan yustisi (razia) sebagai laporan yang nantinya menjadi perbandingan dalam yustisi selanjutnya.
Dari hasil penyelidikan Satuan Polisi Pamong Praja ( Sat- POL PP ) ditemukan banyak sarana dan prasarana lokalisasi yang kurang memenuhi standar.
Adapun sarana dan prasarana meliputi;
a.  Kesterilan air
b.  Kamar wisma
c.  Kamar mandi
Kesterilan air dapat dikatakan kurang bersih di karenakan air yang dipakai ialah air sumur bor yang notabanenya tidak menjamin kesehatan bagi para pekerja seks komersial tersebut yang mana nantinya dapat menimbulkan penyakit kulit yang membahayakan pekerjanya sendiri dan orang lain adapun saran dari saya ialah agar kesetrilan air ini harus ditingkatkan.
Kamar wisma yang tidak menggunakan ventilasi dan banyaknya gantungan pakaian yang berhamburan.
Kamar mandi tidak adanya sarana yang memadai didalam satu wisma yang terdapat puluhan kamar.hanya  terdapat satu sampai dua kamar mandi saja.ini suatu penyelidikan yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja ( Sat- POL PP )  yang mana penangganan yustisinya bukan hanya pelakunya yang diberikan sanksi melainkan sarana dan prasarana lokalisasi pekerja seks komersial.
Penyelidikan yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja ( Sat- POL PP )  terhadap indikasi pekerja seks komersial dilakukan apabila Target Operasi (TO) yang telah di rencanakan menerima laporan dari orang yang melapor agar pelaksanaan yustisi menjadi lebih akurat dan terbukti kebenarannya.
4.  Penyidikan
Penangganan yustisi yang dilaksanakan oleh Satuan Polisi Pamong Praja ( Sat- POL PP ) adalah suatu kewajiban mutlak yang wajib dilaksanakan sebagaimana yang telah diatur didalam Protap(Prosudur Tetap) satuan polisi pamong praja kota samarinda didalam pelaksanaan yustisi (razia) pekerja seks komersial sangat perlu diketahui ketentuan-ketentuan yang dapat memberikan efek jera dan penindakan langsung hingga pemberian sanksi kepada pekerja seks komersial atau lebih dikenal dengan sebutan PSK yang mana nantinya penindakan ini mempunyai efek positif kepada Pekerja Seks Komersial (PSK).
Didalam susunan setruktur Kantor Satuan Polisi Pamong Praja ( Sat- POL PP )  ada yang dinamakan PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) yang mana penyidik ini ialah salah satu perbantuan untuk kepolisian menyidik seseorang yang diindikasikan yang ditetapkan daerah.
Penyidikan yang dilakukan PPNS terhadap para pekerja seks komersial dalam hal menanyakan atau mengintrogasi pelaku pekrja seks komersial yang mana dalam proses penyidikan tersebut dapat diketahui keterangan dan bukti yang akurat dari pelaku tersebut akan tetapi dalam penyidikan perlu adanya trik-trik untuk menggali penyebab para pekerja seks komersial terjun ke dunia hitam.
Proses penyidikan oleh Satuan Polisi Pamong Praja ( Sat- POL PP ) meliputi;
a.  Pemeriksaan Barang Bukti (BB)
b.  Introgasi
c.  Sanksi
Adapun tindak pidana dalam kasus kriminal akan diserahkan kepada kepolisian republik Indonesia.
5.  Pembinaan
Pekerja seks komersial yang kedapatan saat terjaring yustisi(rajia) yang dilaksanakan satuan polisi pamong praja kemudian diangkut atau digiring ke kantor satuan polisi pamong praja yang kemudian diproses dibagian penyidikan yang mana pemeriksaan tersebut meliputi tahap-tahapan yang kemudian dilimpahkan kebagian pembinaan sehingga para pekerja seks komersial tersebut diberikan arahan-arahandan sosialisasi yang nantinya berdampak positif ke para pekerja seks komersial.
Proses pembinaan kepada para pekerja seks komersial yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja ( Sat- POL PP ) kota Samarinda memang sangat perlu kesabaran yang mana para pekerja seks komersial ini telah lama bergelut di dunia hitam / bekerja sebagai PSK sehingga dampak psikis yang meliputi jiwa/rohani memang sangat untuk terelakan dan sangat berat melepaskan pekerjaannya sebagai pekerja seks komersial sering kali mereka (pelaku) ingin melepaskan /berenti dari pekerjaannya akan tetapi selepas dari pekerjaan itu mereka mau bekerja kemana maka pemerintah daerah dalam hal ini Pemerintah Kota (Pemkot) berkordinasi dengan instansi yang terkait yang mana instasi tersebut adalah dinas sosial kota samarinda yang nantinya memberikan pembinaan yang meliputi keterampilan menjahit sehingga para PSK dapat mandiri selepas meninggalkan panti rehabilitasi tersebut yang membuat mereka mempunyai modal untuk berusaha mandiri.
Mengenai penertiban dan penanggulangan PSK antara lain :
a.  RESUME PERDA NO.18 Tahun 2002 Penertiban dan Penanggulangan Pekerja Seks Komersial.
Yang isinya :
Penertiban dan Penanggulangan :
1.     Bahwa keberadaan  PSK melakukan aktivitasnya tersebut di wilayah Kota Samarinda dapat meresahkan warga masyarakat, mengganggu ketertiban umum serta dapat merusak citra TEPIAN selaku Ibukota Propinsi Kalimantan Timur.
2.     Penaggulangan PSK dilakukan dengan cara melakukan operasi penertiban atau razia.
Ketentuan Larangan :
1.     Di Kota Samarinda dilarang adanya tempat – tempat atau bangunan dalam bentuk apapun termasuk rumah penginapan, hotel, losmen, dan dalam bentuk apapun yang dapat dimanfaatkan untuk pelacuran atau perzinahan tanpa ikatan perkawinan yang sah menurut perundang – undangan yang berlaku.
2.      Di dalam Kota Samarinda dilarang adanya tempat – tempat dan bangunan dalam bentuk apapun yang dapat dimanfaatkan sebagai penampungan para PSK yang sifatnya sebagai wanita panggilan.
3.     Mucikari atau pemilik bangunan atau pemilik usaha baik perorangan  ataupun beberapa orang yang menampung para PSK dapat diancam pidana yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah yang berlaku
4.     Tempat Lokalisasi sementara dapat ditentukan oleh Kepala Daerah yang sifatnya menampung para PSK agar tidak berkeliaran di dalam Kota yang dapat meresahkan masyarakat dan ketertiban umum.
5.     Kepala Daerah diberi kewenangan menutup lokalisasi tempat – tempat dan bangunan dalam bentuk apapun yang dapat dijadikan tempat pelacuran.
Ketentuan Pidana PERDA NO.18 Tahun 2002 :
1.     Pelanggaran ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah dapat diancam pidana kurungan selama – lamanya 3 ( tiga ) bulan kurungan atau denda setinggi – tingginya Rp.5.000.000,- ( lima juta rupiah ).
2.     Selain sanksi dimaksud juga dikenakan sanksi administrasi sebesar Rp.100.000,- ( seratus ribu rupiah ) yang disetorkan ke Kas Daerah.
b.  Surat Keputusan No.03/TPP-SMD/V/2006 Tentang Pembentukan Pengurus Koordinator Lokal pada Lokalisasi PSK Bandang Raya Solong Kelurahan Sungai Pinang dalam Kecamatan Samarinda Utara
Yang isinya :
a.     Membentuk Kepengurusan Koordinasi Lokalisasi PSK Solong. Yang mana Pengurus Koordinasi Lokalalisai berkewajiban menerima dan menjalankan tugas dan tanggungjawab sesuai dengan amanat yang dilimpahkan oleh Tim Penertiban dan Penaggulangan PSK Kota Samarinda.
b.     Tugas dan tanggungjawab Pengurus Koordinasi Lokalisasi Solong antara lain :
-         Membuat tata tertib kegiatan didalam komplek
-         Melaksanakan perjanjian dan tata cara pembangunan wisma dan warung dalam Lokalisasi  Solong sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang ditetapkan oleh Tim Penertiban dan Penaggulangan PSK Kota Samarinda.
-         Mengatur dan menetapkan sistem keamanan dan pengamanan yang mantap dan terkordinasi, sehingga terwujud suasana aman.
-         Menertibkan minuman keras dengan cara harus ada ijin dan Lokalisasi.
-         Membuat data, meliputi perkembangan jumlah bangunan, jumlah mucikari, jumlah anak asuh dan melengkapi semua penghuni dengan KTP.
-         Melaksanakan kegiatan penting bagi pembinaan para anak asuh yaitu : melaksanakan kegiatan olahraga secara rutin, pemeriksaan kesehatan secara rutin termasuk HIV/AIDS, pembinaan mental / Agama dan rencana – rencana kursus keterampilan dan lain-lain.
-         Melaksanakan karcis masuk sesuai yang berlaku.
c.  Untuk memegang kegiatan Koordinator dan Perangkatnya dana diperoleh dari pendapatan karcis masuk dan bantuan dari Pemerintah Kota melalui  Tim Penertiban dan Penaggulangan PSK Kota Samarinda.
Tabel I Struktur Satuan Polisi Pamong Praja ( Sat- POL PP ) Kota Samarinda
 










1.  Seksi Tata Usaha, tugas dan fungsinya : Mengajukan anggaran dan minimize anggaran.
2.  Seksi Penyidik Pegawai Negeri Sipil ( PPNS ), tugas dan fungsinya : Melakukan proses penyidikan terhadap siapa saja yang diduga keras atau diketahui melakukan pelanggaran Peraturan Daerah ( Perda ) disertai bukti permulaan yang cukup.
3.  Seksi Operasional, tugas dan fungsinya : Menetapkan target – target operasi yang akan dilakukan yustisi, sehingga pelaksanaan yang dilakukan dilapangan tidak salah sasaran.
4.  Anggota Anggota Sat-POL PP, tugas dan fungsinya : Sebagai pelaksana kegiatan Persuasif  di lapangan yang mempunyai peranan menegakkan Peraturan Daerah ( Perda ).


B. Hambatan – hambatan dalam Sistem Penanganan Yustisi Kantor Satuan Polisi Pamong Praja ( Sat-POL PP ) Kota Samarinda Terhadap Pkerja Seks Komersial di Kecamatan Samarinda Utara ( Solong )

Dari hasil penelitian didapat bahwa Penanganan yustisi yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja ( Sat- POL PP )  terhadap pekerja seks komersial di Lokalisasi Solong tentu tidak terlepas dari kendala / hambatan teknis dilapangan yang mana aparat Satuan Polisi Pamong Praja ( Sat- POL PP )  juga harus cekatan dan perlu mensiasatinya sehingga pelaksanaan yustisi dapat berjalan lancar dan efesien.
Pelaksanaan yustisi (razia) tidak mesti dan wajib semua anggota Satuan Polisi Pamong Praja ( Sat - POL PP )  mengetahuinya dikarenakan adanya kebocoran / informasi yang nantinya saat pelaksanaan yustisi nihil dan target-target yustisi tersebut dianggap tidak menghasilkan apa-apa adapun hambatan penangganan yustisi(razia) yang dilakukan Pekerja Seks Komersial tidak terlepas dari kurangnya tanggung jawab dan selalu memikirkan kepentingan pribadi yang dampaknya mempengaruhi penangganan yustisi(razia) yang sering kali tidak mendapat target penangganan yustisi hambatan ini yang sering kali menjadi problem diinstansi Satuan Polisi Pamong Praja ( Sat- POL PP ) Kota Samarinda maka dari itu setiap penangganaan yustisi sering kali kita adakan / laksanakan secara sembunyi ( bersifat rahasia ) agar didalam pelaksanaan yustisi dapat terjaring sesuia target yang direcanakan.
Adapun yang menjadi hambatan internal dalam penanganan  yustisi Satuan Polisi Pamong Praja ( Sat - POL PP ) Kota Samarinda dalam Lokalisasi Solong adalah :
1.     Belum adanya tindakan yang tegas terhadap Anggota Sat  - POL PP yang melanggar.
2.     SDM Sat- POL PP yang kurang bertanggungjawab dan lebih mementingkan diri sendiri.
3.     Pembekalan dan Pelatihan yang kurang.
Demikian pula hambatan Ekternal adalah sebagai berikut :
1.     WTS dan Pengelola Panti ada yang melakukan perlawanan.
2.  Anggapan masyarakat mengenai keberadaan Sat- POL PP yang tidak bersahabat dan menindas dalam pelaksanaan razia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar